SCOUT IMPEESA

Laman

Dasadharma Pramuka

Jumat, 06 April 2012

SEJARAH bangsa yang digelapkan SUPERSEMAR

Orde Baru adalah pemenang atas Orde Lama. Dan karena itu merekalah yang berhak menulis ulang sejarah. Selama 32 tahun kita dicekoki indoktrinasi bahwa Soeharto dan Orde Baru-nya adalah penyelamat bangsa dari kebobrokan Soekarno dengan Orde Lama-nya. Sebagian klaim itu mungkin benar, terutama dari segi ekonomi. Tapi dari segi lainnya, tentu kita bisa lebih mempertanyakannya. Dan hari ini, adalah tonggak sejarah yang selama 32 tahun masa kekuasaan Orde Baru diperingati sebagai hari istimewa. Anda semua pasti sudah tahu, inilah tanggal sebelas Maret. Hari lahirnya Supersemar. Akronim yang bagus untuk Surat Perintah Sebelas Maret. Kata “Semar” mengacu pada pengejawantahan dewa tertinggi yang banyak dipuja masyarakat Jawa, termasuk Soeharto. Supersemar adalah sejarah. Hanya saja sejarah yang digelapkan. Banyak kejanggalan seputar kemunculannya. Oleh Soeharto Supersemar dipakai sebagai alat mengambil alih kekuasaan Soekarno
.

                               Demikian pula dengan Supersemar Soeharto membasmi lawan-lawan politiknya dengan mudah. Sementara Soekarno yang tahu dirinya tertipu, konon segera mengeluarkan Surat Perintah 12 Maret, sayang tidak pernah keluar dari tembok istana. Ia juga sempat berpidato pada peringatan 17 Agustus 1966 yang menyatakan “Surat Perintah 11 Maret bukanlah pengalihan kekuasaan”. Tapi, kekuatan politiknya sudah habis. Ia tidak lagi punya kuasa menghentikan Soeharto yang konon direstui oleh pihak asing. Dan Soekarno pun habis. Ia dilucuti kekuasaanya meski secara de jure masih menjabat Presiden hingga Maret 1967. Tapi de facto ia tak lagi punya wewenang. Soeharto menamakan dirinya “Pejabat Presiden” sebagai “Pengemban Supersemar”, dan terus melanggengkan kekuasaannya dengan kontrol ketat terhadap politik dan demokrasi.Sementara Soekarno dikenakan tahanan rumah hingga meninggalnya pada 21 Juni 1970 dalam kondisi terisolir.
                                Supersemar terus menjadi misteri karena selain terdapat aneka versi kemunculannya, juga keberadaannya yang misterius hingga kini. Satu per satu orang-orang yang terlibat dalam perilisan dokumen penting itu telah meninggal dunia. Yang terakhir justru Soeharto sendiri. Tiga orang jenderal yang menemui Soekarno di Istana Bogor dan memintanya menandatangani Supersemar –konon dengan paksaan- telah lebih dulu meninggal dunia. Mereka adalah M.Jusuf, Amir Machmud, dan Basuki Rachmat. Masih konon lagi, menurut Soekardjo Wilardjito mantan anggota Detasemen Kawal Pribadi (DKP) Presiden Soekarno, ada satu nama lagi yaitu M.Panggabean. Tapi sejarah ‘resmi’ hanya menyebut tiga nama pertama. Resmi atau tidak, yang jelas hingga kini keberadaan Supersemar masih gelap. Apalagi kisah di balik kemunculannya, meski prolog dan epilog secara umum sudah diketahui. Inilah salah satu aib republik, membiarkan sejarah yang digelapkan menjadi narasi sejarah resmi negara. Maka, meminjam istilah Derrida, narasi besar bangsa ini adalah narasi kepalsuan.

1 komentar:

  1. coba deh baca otobiografi soeharto
    dan juga, baca banyak referensi lagi
    dg begitu, anda akan lebih bijak lagi menanggapi issue ini.

    BalasHapus