Orde Baru adalah pemenang atas Orde Lama. Dan karena itu merekalah yang
berhak menulis ulang sejarah. Selama 32 tahun kita dicekoki indoktrinasi
bahwa Soeharto dan Orde Baru-nya adalah penyelamat bangsa dari
kebobrokan Soekarno dengan Orde Lama-nya. Sebagian klaim itu mungkin
benar, terutama dari segi ekonomi. Tapi dari segi lainnya, tentu kita
bisa lebih mempertanyakannya. Dan hari ini, adalah tonggak sejarah yang
selama 32 tahun masa kekuasaan Orde Baru diperingati sebagai hari
istimewa. Anda semua pasti sudah tahu, inilah tanggal sebelas Maret.
Hari lahirnya Supersemar. Akronim yang bagus untuk Surat Perintah
Sebelas Maret. Kata “Semar” mengacu pada pengejawantahan dewa tertinggi
yang banyak dipuja masyarakat Jawa, termasuk Soeharto. Supersemar adalah
sejarah. Hanya saja sejarah yang digelapkan. Banyak kejanggalan seputar
kemunculannya. Oleh Soeharto Supersemar dipakai sebagai alat mengambil
alih kekuasaan Soekarno
.
Demikian pula dengan Supersemar Soeharto
membasmi lawan-lawan politiknya dengan mudah. Sementara Soekarno yang
tahu dirinya tertipu, konon segera mengeluarkan Surat Perintah 12 Maret,
sayang tidak pernah keluar dari tembok istana. Ia juga sempat berpidato
pada peringatan 17 Agustus 1966 yang menyatakan “Surat Perintah 11
Maret bukanlah pengalihan kekuasaan”. Tapi, kekuatan politiknya sudah
habis. Ia tidak lagi punya kuasa menghentikan Soeharto yang konon
direstui oleh pihak asing. Dan Soekarno pun habis. Ia dilucuti
kekuasaanya meski secara de jure masih menjabat Presiden hingga Maret
1967. Tapi de facto ia tak lagi punya wewenang. Soeharto menamakan
dirinya “Pejabat Presiden” sebagai “Pengemban Supersemar”, dan terus
melanggengkan kekuasaannya dengan kontrol ketat terhadap politik dan
demokrasi.Sementara Soekarno dikenakan tahanan rumah hingga
meninggalnya pada 21 Juni 1970 dalam kondisi terisolir.
Supersemar terus
menjadi misteri karena selain terdapat aneka versi kemunculannya, juga
keberadaannya yang misterius hingga kini. Satu per satu orang-orang yang
terlibat dalam perilisan dokumen penting itu telah meninggal dunia.
Yang terakhir justru Soeharto sendiri. Tiga orang jenderal yang menemui
Soekarno di Istana Bogor dan memintanya menandatangani Supersemar –konon
dengan paksaan- telah lebih dulu meninggal dunia. Mereka adalah
M.Jusuf, Amir Machmud, dan Basuki Rachmat. Masih konon lagi, menurut
Soekardjo Wilardjito mantan anggota Detasemen Kawal Pribadi (DKP)
Presiden Soekarno, ada satu nama lagi yaitu M.Panggabean. Tapi sejarah
‘resmi’ hanya menyebut tiga nama pertama. Resmi atau tidak, yang jelas
hingga kini keberadaan Supersemar masih gelap. Apalagi kisah di balik
kemunculannya, meski prolog dan epilog secara umum sudah diketahui.
Inilah salah satu aib republik, membiarkan sejarah yang digelapkan
menjadi narasi sejarah resmi negara. Maka, meminjam istilah Derrida,
narasi besar bangsa ini adalah narasi kepalsuan.
coba deh baca otobiografi soeharto
BalasHapusdan juga, baca banyak referensi lagi
dg begitu, anda akan lebih bijak lagi menanggapi issue ini.